Jumat, 01 Februari 2013

World Hijab Day, Perempuan Non-Muslim pun Coba Berjilbab

Liputan6.com, London : Untuk sebagian orang, terutama di Negara Barat, hijab dianggap simbol penindasan dan pemisahan. Bahkan tak jarang para perempuan berjilbab menjadi korban diskriminasi. 

Untuk itulah, acara Hari Hijab Sedunia (World Hijab Day) 1 Februari 2013, meminta perempuan non-muslim, juga muslim yang tak berjilbab, untuk mencoba memakai kerudung. Untuk meningkatkan pemahanan dan toleransi.

Acara tersebut digagas seorang perempuan dari New York, Nazma Khan. Gerakan yang bermula dari situs jejaring sosial tersebut menarik perhatian kalangan muslim dan non-muslim di lebih dari 50 negara di dunia. 

"Tumbuh besar di Bronx, New York, aku menjadi korban diskriminasi gara-gara hijab yang kukenakan," kata Khan, yang keluarganya pindah dari Bangladesh ke New York saat ia berusia 11 tahun, seperti dimuat BBC (31/1/2013). 

Di sekolah, Nazman Khan adalah satu-satunya yang berjilbab. "Di sekolah menengah, aku diolok-olok "Batman" atau "ninja"," kata dia. 

"Saat kuliah, sesaat setelah serangan 9/11, orang-orang memanggilku "Osama Bin Laden" atau "teroris". Itu sangat menyedihkan." 

Nazma Khan pun putar otak untuk menghentikan diskriminasi atas dirinya dan perempuan muslim. "Aku pikir salah satu cara untuk menghentikan diskriminasi adalah meminta saudari-saudari kami, lepas dari asal dan agamanya, untuk mencoba memakai jilbab." 

Namun, Khan tak menyangka idenya itu akan mendunia. Ia mendapatkan kontak dari orang-orang dari lusinan negara, termasuk Inggris, Australia, India, Pakistan, Prancis, dan Jerman. Grupnya di jejaring sosial pun diterjemahkan dalam 22 bahasa.

Pengakuan Perempuan Non-Muslim

Salah satu yang mencoba memakai kerudung adalah Jess Rhodes (21), mahasiswi asal Norwich, Inggris. Ia mengaku sudah lama ingin mencoba memakainya, namun karena bukan pemeluk Islam, ia tak berpikir itu sebuah pilihan. Hingga seorang rekannya menawarkan kesempatan untuk mencobanya.

"Dia meyakinkan, saya tak harus menjadi muslim untuk memakainya. Ini hanya soal kesopanan, meski jelas berkaitan dengan Islam. Aku pikir, mengapa tidak?"

Rhodes adalah satu dari ratusan perempuan non-Muslim yang akan mengenakan kerudung sebagai bagian dari perayaan pertama World Hijab Day .

Saat memakainya pertama kali Rhodes mengaku orang tuanya heran. "Reaksi spontan orang tua saya adalah bertanya-tanya, apakah itu ide baik," kata Rhodes, yang memutuskan untuk mengenakan jilbab selama satu bulan. "Mereka khawatir saya akan diserang di jalan oleh orang-orang intoleran."

Rhodes mengaku, jelas ia khawatir jadi sasaran penyerangan. Tapi setelah delapan hari mengenakan jilbab, ia justru terkejut dengan reaksi positif orang-orang di sekitarnya.

Esther Dale (28) yang tinggal di California juga memutuskan untuk berpartisipasi. Ia mencoba menutup kepalanya selama tiga hari. 

Sebagai pemeluk Mormon, ia paham benar dengan pentingnya penerapan iman dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus menyadari, orang-orang kerap menghakimi seseorang berdasarkan pakaian yang ia kenakan. 

Dale menganggap, ini adalah kesempatan baginya untuk membantu memerangi stigma buruk soal jilbab. "Jilbab adalah bagian dari kesopanan, tak sekedar pakaian. Asumsi bahwa perempuan muslim memakainya atas dasar paksaan -- terutama anggapan yang berkembang di AS, adalah salah," kata dia. 

"Ini kesempatan yang baik untuk mendidik orang-orang bahwa tak adil untuk menilai seseorang hanya berdasarkan apa yang mereka kenakan," kata Dale. (Ein)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar